feedburner

Masukkan alamat emailmu:

Dikirim oleh : FeedBurner

Celetukangobrol

Powered by ShoutJax

Masih Aja (MA) & Jagoan Maksa (Jaksa)

Celetukanopik :

Obrolan serious dan pelik macam Peninjauan Kembali atau PK, antara dua orang, sebut saja Orang Pertama (OP) dan Orang Kedua (OK) akan menjadi gayeng apabila ditemani suguhan seperti wedang ronde, pisang goreng dan kacang rebus. Dan seperti inilah obrolannya :
OP : Apakah bisa dikatakan PK yang diajukan oleh pihak Jaksa ini merupakan "black hole" dalam dunia peradilan kita?
OK : Bisa. Karena jika hal ini terus berlanjut, membuat semua terdakwa yang telah diputus bebas oleh MA dan pengadilan di bawahnya, tidak akan pernah hidup tenang dalam hidupnya. Dan lanjutannya menjadi lahan baru bagi mafia peradilan.
OP : Kalau begitu tidak ada kepastian hukum?
OK : Tepat. Kepastian hukum harus ada dan bersifat tetap. Tidak boleh ada pengajuan PK oleh Jaksa. Meskipun dengan dalihnya demi kepentingan umum dan menyelamatkan uang negara. Apalagi dinyatakan demi keadilan hukum. Keadilan hukum dan kepastian hukum itu "satu gerbong".
OP : Berarti ini sebuah "perilaku menyimpang"?
OK : Ya. Dalam khazanah hukum kita, PK hanya boleh diajukan oleh terdakwa dan/atau ahli warisnya.
OP : Tentu perilaku tersebut berdampak dengan adanya sanksi bagi hakim yang mengabulkannya. Lantas bagaimana sanksinya?
OK : Dipecat. Mengapa harus dipecat? Sebabnya keputusan tersebut telah mencederai penegakan hukum, dan menimbulkan "snowball effect". Kalau memang tidak dipecat, setidak-tidaknya mendapat teguran. Dan pihak Komisi Yudisial (KY) yang paling berkompeten dalam hal ini.
OP : Melihat uraian tadi. Bolehkah disimpulkan, bahwa MA dan Jaksa telah mengabaikan hukum?
OK : Ini yang menjadi pertanyaan besarnya. MA dan Jaksa adalah "watchdog-nya" dunia hukum. Apabila mereka melanggar atau tidak mengetahui persoalan legal-formal, adalah hal yang sumir. Aapalagi ada kasus hukum yang sama, namun yang satu mendapat PK, sedang yang lainnya ditolak. Ini sebuah paradoks.
OP : Lalu sebenarnya sejarah PK itu seperti apa?
OK : PK itu dibuat karena sebuah asumsi, bahwa negara telah melakukan kesalahan dalam menangani kasus hukum warganya.
OP : Ini artinya tidak ada "standing position" PK oleh Jaksa?
OK : Betul. Jaksa dalam hal ini telah melakukan "malapraktik" dan diamini oleh MA. Padahal PK itu bertujuan untuk melindungi warga negara dari kezaliman negara (yang diwakili para aparaturnya).
OP : Mungkinkah ada celah untuk penganuliran keputusan atau pembuatan aturan baru yang memungkinkan jaksa dapat mengajukan PK?
OK : Tidak mungkin. Meskipun hal ini salah, penganuliran tidak dikenal. Dan kalau dilaksanakan akan malah memperparah "borok" yang sudah terlanjur menganga. Sedangkan untuk aturan itu, katakan "no way". Karena tindakan ini dapat mengusik keterlindungan hukum bagi warga negara. Semua aturan akan berubah menjadi pasal-pasal karet yang lentur dan fleksibel.
OP : Wah, ternyata urusan PK ini dilematis, mirip "sindrom simalakama"?
OK : Tidak. Jika kita maknai hukum secara positif dan konsekuen untuk dijalankan. Bukannya untuk diakal-akali, karena mendapat orderan dari pihak tertentu, khususnya dari ranah politik.

sumber : METROTV (Dialog Kontroversi PK Oleh Jaksa, tgl. 22 Juli 2009)

Celetukangarang